Inovasi merupakan langkah tepat bagi perusahaan agar tetap bisa bertahan hidup dan berkembang. Setelah sukses mendorong pemanfaatan kompor induksi dan penyediaan inftrastuktur ekosistem kendaraan bermotor listrik, kini PT PLN (Persero) melakukan langkah strategis dengan menyiapkan energi bersih ramah lingkungan untuk pembangkit listrik dan kendaraan bermotor dengan memproduksi Green Hydrogen.
Penerapan energi bersih saat ini sudah menjadi tren global. Penggunaan energi fosil mulai bergeser dan ditinggalkan khususnya di negara-negara maju seperti di Eropa dan Skandinavia. Negara berkembang seperti di Asia termasuk Indonesia juga akan segera menerapkan energi lebih bersih yang sering juga disebut dengan transisi energi sebagai pijakan target Net Zero Emission pada tahun 2060. Bukan hanya pemerintah, berbagai perusahan minyak dan gas bumi ternama sudah menggaungkan energi terbarukan sebagai fokus bisnis masa depannya.
Menurut Indonesia Fuel Cell and Hydrogen Energy (IFHE) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam Indonesia Hidrogen Roadmap yang diterbitkan Tahun 2023, Kementerian ESDM mendorong hidrogen menjadi salah satu pembawa energi bersih dan serbaguna dalam mendorong percepatan transisi energi di Indonesia.
Beberapa keuntungan hidrogen sebagai sumber energi sekunder atau pembawa energi (energy carrier) diantaranya: Bersih dan ramah lingkungan, Pembawa energi serbaguna artinya dapat digunakan dalam aplikasi dan sektor misalnya bahan bakar untuk transportasi, pemanasan dan pembangkitan listrik atau bahkan menjadi bahan baku proses industri, Densitas energi yang tinggi dalam hal ini hydrogen sebagai pembawa energi yang ringan dan efisien, Penyimpan energi, Skalibiltas dan potensi terbarukan, Kompatibilitas infrastruktur. Hidrogen dapat diangkut dan didistribusikan melalui pipa gas alam yang sudah ada, dengan beberapa modifikasi, memungkinkan integrasi yang lebih mudah ke dalam infrastruktur energi yang sudah ada.
Potensi produksi hidrogen di Indonesia sangat besar, Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, seperti sinar matahari, angin, air, biomassa, dan geothermal, yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan hidrogen hijau. Green Hydrogen merupakan hidrogen yang dihasilkan dari energi terbarukan. Selain Green Hydrogen ada juga Grey dan Blue Hydrogen perbedaan warna ini mengikuti bahan bakunya misalnya Grey Hydrogen merupakan hidrogen yang berasal dari Natural Gas, Blue Hydrogen sama seperti Grey Hydrogen tetapi terdapat teknologi lanjutan untuk menyimpan kandungan CO 2 di bawah tanah.
Selain untuk sektor industri, hidrogen juga dapat dikembangkan sebagai bahan bakar kendaraan, yang ditandai dengan adanya peresmian Hydrogen Fiiling Station untuk sektor transportasi yang dimiliki oleh PLN yang berasal dari Green Hydrogen dari PLTP Kamojang pada tanggal 21 Februari 2024. Pemerintah merencanakan pada 2030 hidrogen mulai dimanfaatkan untuk sektor transportasi yaitu untuk angkutan jarak jauh seperti truk, angkutan berat dan pelayaran serta pemanfaatan hydrogen dipertimbangkan sebagai diversifikasi opsi teknologi lainnya seperti electric vehicle.
Kementerian ESDM dalam Buku Strategi Hidrogen Nasional yang diterbitkan tahun 2023, hidrogen dapat dikembangkan dengan mempertimbangkan faktor keekonomian sebagai alternatif energi yang kompetitif. Faktor keekonomian tidak akan lepas dari harga jual hidrogen yang akan dibandingkan dengan harga BBM fosil.
Mengutip pernyataan Direktur PLN dalam peresmian Hydrogen Fueling Station di Kawasan Senayan menyampaikan harga penggunaan hidrogen dibandingkan dengan BBM atau listrik. Biaya per km dengan BBM akan dikenakan adalah Rp1.300. Apabila menggunakan SPKLU Ultra Fast Charging per kWh sebesar Rp3.700, maka biaya operasional per kWh sebesar Rp 550. Di sisi lain, biaya operasional hydrogen per km hanya akan dikenakan Rp 276. Harga ini diasumsikan sudah memperhatikan biaya pembangunan infrastruktur dari hulu sampai hilir, termasuk margin operator dan faktor biaya lainnya. Penggunaan hydrogen sebagai bahan bakar bersih juga bisa menghemat impor BBM hingga 1,59 juta liter per tahun dan mampu mereduksi emisi hingga 4,15 juta ton CO2 per tahun.
Penyediaan green hydrogen sepertinya bukan hal yang harus diberikan perhatian lebih, tetapi pemerintah harus lebih memperhatikan gap antara harga BBM yang disubsidi dengan harga keekonomiannya agar pilihan energi lain khususnya hydrogen dengan melakukan reformasi harga BBM subsidi dalam beberapa waktu kedepan.
Selain itu, pelaksanaan serta mekanisme pajak karbon dan perbaikan mekanisme ekonomi karbon/carbon trading agar segera diimplementasikan agar harga energy yang berasal dari energi terbarukan dapat bersaing dengan harga energi dari bahan bakar fosil. Selain sisi harga, dukungan fiskal juga sangat dibutuhkan diantaranya dengan mengeluarkan kebijakan diskon tarif dan pengurangan pajak khususnya untuk penyediaan kendaraan hidrogen.
“Green Hydrogen adalah masa depan” secara teknis dapat segera dilaksanakan di negara-negara maju dikarenakan tidak adanya subsidi pada sektor energi khususnya untuk BBM, tetapi untuk implementasi di Indonesia yang masih memberikan subsidi BBM diperlukan waktu dan intervensi pemerintah khususnya dalam memberikan keringanan pajak dan insentif fiskal lain.
Patut kita tunggu ujar Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan, Andriah Feby Misna dalam acara Indonesia International Hydrogen Summit 2024 pada 19-20 Juni 2024. Ia mengungkapkan bahwa untuk pengembangan hidrogen, pemerintah sedang menyusun Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan terdapat standar yang mengatur insentif pajak, dan dasar regulasi perdagangan karbon. Apakah RUU ini segera diterbitkan dalam waktu dekat?