Wednesday , August 6 2025

Kepastian Pasokan dan Ketersediaan Infrastruktur Gas Jadi Kunci Kuatkan Transisi Energi

JAKARTA – Kepastian alokasi gas untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik yang terus meningkat merupakan salah satu syarat utama dalam rangka transisi energi. Dalam beberapa tahun terakhir permintaan akan gas memang meningkat tidak hanya untuk industri tapi juga pembangkit listrik. Selain itu, ketersediaan infrastruktur juga vital lantaran temuan gas sekarang yang siap dimonetisasi berada di wilayah timur tapi sebagian besar pusat demand termasuk pembangkit listrik ada di wilayah Indonesia bagian barat.

Rakhmad Dewanto, Direktur Utama PLN EPI, menyatakan dalam kurun waktu 10 tahun atau seperti yang tertuang dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034 10,3 gigawatt (GW). Sehingga sangat dibutuhkan keandalan serta kepastian pasokan gas. Untuk tahun 2025 tambahan kapasitas sebesar 0,4 GW kemhdian untuk tahun 2026 sebesar 1,6 GW lalu tahun 2027 sebesar 3,8 GW. Selanjutnya tahun 2028 sebesar 1,1 GW, tahun 2029 mencapai 2,4 GW. Tahun 2030 sebesar 0,7 GW.

Selanjutnya untuk tahun 2031 hingga 2033 tambahan masing-masing sebesar 0,1 GW dan terakhir tahun 2034 ada tambahan sebesar 0,2 GW.

Kebutuhan gas mengalami kenaikan dari tahun 2024 ke tahun 2025 sebesasr 4,64% atau 4,97% terhadap kebutuhan tahun 2023. Kebutuhan gas mengalami kenaikan rata-rata sebesar 5,3% menjadi 2.611 BBTUD di tahun 2033.

“PLN EPI mengharapkan kepastian alokasi gas baik dari sumber domestik ataupun sumber lainnya. Selain itu kami juga mengharapkan dukungan dari Pemerintah dalam setiap proses pengembangan infrastruktur gas termasuk perizinan dan pendanaan,” kata Rakhmad dalam webinar DETalk bertema “Menata Pasokan Gas untuk Penguatan Transisi Energi”, Selasa (5/8).

Lebih lanjut Rakhmad menyatakan bahwa PLN EPI sangat mendukung pengembangan lapangan gas eksisting ataupun temuan gas baru sehingga PLN bisa segera merampungkan pencarian pasokan gas. Apalagi pemerintah saat ini juga sangat memprioritaskan penggunaan gas untuk kebutuhan dalam negeri.

“Mudah-mudahan bisa mendukung cita-cita menggunakan gas lebih banyak mendampingi EBT, karena tidak hanya bersih, tapi juga dorong kemandiran energi. kita harap dukungan dari pengembangan infrastruktur bisa kita deliver. semoga dukungan stakeholder terkait gas ini dari personal view bisa menjadi tidak hanya transisi energi tapi energy destination,” kata Rakhmad.

Sementara itu, Rayendra Sidik, Kepala Divisi Komersialisasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), menyatakan pada dasarnya produksi gas Indonesia cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri termasuk untuk pembangkit listrik, hanya saja para produsen gas sudah terlanjur meneken kontrak jangka panjang dengan para pembelinya di luar negeri. Untuk itu sambil menunggu pasokan gas lain yang berasal dari temuan-temuan cadangan gas baru, maka pemerintah berinisiatif untuk menjalankan strategi swap.

“Ada kontrak-kontrak jangka panjang sudah lebih dulu komit ke luar negeri. kita coba renegosiasi kirim belakangan akan ada proyek besar 2027 akhir 2028 kalau sudah on stream pak Rakhmad (PLN EPI) aman ada lagi proyek di Genting. Kita akan bicara dengan para pembeli, dimana bisa sepakati istilahnya jadwal ulang kargo-kargo mereka.

Rayendra mengakui untuk bisa meningkatkan pemanfaatan gas ini perlu salah satu tantangan terberat adalah dari sisi infrastruktur. Setelah itu baru dari sisi harga. “Tantangannya pusat demand dan produksi belum match (ketemu). Belum ada infrastruktur untuk membawa gas dari pusat produksi ke demand. Isu berikutnya adalah daya beli karena harus bawa dari ujung ke ujung itu butuh biaya kembali ke daya beli,” ungkap Rayendra.

Sementara itu, Salis Aprilian, Advisor Indonesia Gas Society (IGS), menilai memastikan tepenuhinya kebutuhan gas jangka panjang, dibutuhkan perbaikan kebijakan misalnya implementasi Kebijakan alokasi dan harga gas bumi yang lebih prudent untuk memastikan pasokan gas yang lebih realistis sesuai kondisi subsurface dan fasilitas produksi dan melibatkan konfirmasi pembeli domestik sebelum diberikan alokasi ekspor.

“Selain itu bisa juga melalui percepatan onstream Project Supply termasuk perbaikan fiscal terms and condition Wilayah Kerja Migas eksisting maupun yang akan ditawarkan. Hal ini diharapkan dapat memastikan project supply dapat onstream sesuai rencana atau lebih cepat,” jelas Salis.

Mirza Mahendra, Direktur Pembinaan Program Direktorat Jendral Migas Kementerian ESDM, menyampaikan bahwa dengan meningkatnya kebutuhan gas domestik maka tentunya harus diiringi dengan pembangunan infrastruktur yang memadai.

Mirza mengatakan Pemerintah saat ini sedang melaksanakan beberapa proyek infrastruktur di beberapa wilayah Indonesia, seperti pembangunan pipa gas, Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG), FSRU, terminal, dan sejumlah proyek yang diupayakan untuk dapat memenuhi permintaan energi utamanya gas dalam negeri.

“Pembangunan ini jelas membutuhkan investasi dari seluruh kalangan industri.
Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai program pengembangan gas dalam negeri ditujukan untuk mendukung swasembada energi sebagaimanan disampaikan Bapak Presiden,” kata Mirza.

Cek juga

Ini Strategi PGN untuk Genjot Pemanfaatan Gas Bumi

Jakarta – PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) menggenjot pemanfaatan gas bumi yang berpeluang menjadi …