JAKARTA – Beberapa Capaian Kinerja Subsektor Ketenagalistrikan tahun 2022 menunjukkan hasil positif. Jumlah infrastruktur kendaraan listrik (electric vehicle charging stations dan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum) mencapai 1.415 unit dari target 693 unit. Selain itu, penurunan emisi CO2 tercapai 13,839 juta ton CO2 dari target 5,36 juta ton CO2. Hal tersebut disampaikan Plt. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Dadan Kusdiana dalam Konferensi Pers Capaian Kinerja 2022 dan Program Kerja 2022 di Jakarta, Selasa (31/1/2023).
Menurut Dadan, peningkatan infrastruktur pengisian kendaraan listrik didorong Indonesia sebagai tuan rumah G20 sehingga membangun banyak charging station baik untuk kendaraan roda empat maupun motor/roda dua. Penurunan emisi CO2 disebut Dadan sebagai bentuk komitmen Pemerintah terus mendorong penurunan emisi dari sisi pembangkit.
“Capaian (emisi pembangkit) ini akan digabungkan menjadi total penurunan emisi dari sektor energi”, kata Dadan.
Ia lantas menyampaikan capaian-capaian subsektor ketenagalistrikan lainnya di tahun 2022, di antaranya penambahan kapasitas pembangkit listrik di tahun 2022 yang mencapai 5.338,1 MW, jaringan transmisi 3.591,76 kms, jaringan distribusi 11.537,73 kms, gardu induk 6.010 MVA, dan gardu distribusi 1.098 MVA.
Terkait subsidi listrik, Dadan menyampaikan Pemerintah tetap memberikan subsidi kepada masyarakat yang tidak mampu. Target subsidi listrik 68.894,40 GWh, sedangkan yang tercapai adalah 63.174,24 GWh.
“Pemerintah tetap berikan subsidi. Pada subsidi listrik, makin kecil capaian dari target artinya makin baik, artinya kita bisa mengontrol. Pemerintah bisa memastikan siapa saja yang layak dapat subsidi dan yang tidak berhak juga tidak dapat,” Dadan menyampaikan.
Selanjutnya, realisasi investasi ketenagalistrikan hingga Desember 2022 disampaikan Dadan mencapai 5,75 Miliar USD atau lebih besar dari target bulanan dan tahunan yaitu 5,00 Milyar USD.
Target 2023: Rasio Elektrifikasi 100%
Dalam kesempatan tersebut, Dadan menyampaikan bahwa rasio elektrifikasi Indonesia tahun 2022 telah mencapai 99,63% (prognosis), sementara rasio desa berlistrik telah mencapai 99,79% (prognosis).
“Angka (prognosis) Rasio Elektrifikasi mencapai 99,63%, angka ini berkejaran dengan pembangunan rumah yang baru dan juga sisa-sisa yang secara teknis sulit. Umumnya ini berada wilayah-wilayah remote, daerah tertinggal, pulau-pulau kecil, di pegunungan. Kita ada beberapa program untuk memastikan bahwa seluruh rumah di Indonesia harus bisa mendapatkan akses listrik,” ujar Dadan.
Salah satu upaya peningkatan rasio elektrifikasi di tahun 2022 adalah melalui Program Bantuan Pasang Baru Listrik (BPBL) untuk melistriki rumah tangga tidak mampu belum berlistrik.
“Per 31 Desember 2022, capaian Program BPBL sebanyak 80.183 rumah tangga dari target 80.000 rumah tangga atau 100,2%,” tutur Dadan.
Program BPBL akan terus berlanjut di tahun 2023 dengan target sasaran naik menjadi 83.000 rumah tangga. Rasio Elektrifikasi sendiri di tahun 2023 ditargetkan mencapai 100%. Dadan menyebut 3 strategi untuk mencapai hal tersebut.
“Strateginya di antaranya melalui perluasan jaringan (grid extension), melalui mini grid dengan pembangunan pembangkit dengan memanfaatkan potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) setempat untuk masyarakat komunal, dan melalui pembangkit EBT, Stasiun Pengisian Energi Listrik (SPEL), dan Alat Penyalur Daya Listrik (APDAL) untuk masyarakat yang bermukim tersebar,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Dadan menyampaikan bahwa Pemerintah terus mendorong peningkatan porsi pembangkit EBT dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Dadan menyebut pengembangan PLTU baru dilarang, kecuali untuk PLTU yang telah ditetapkan dalam RUPTL sebelum berlakunya Perpres Nomor 112 Tahun 2022 dan PLTU yang memenuhi persyaratan.
Dadan menjelaskan PLTU yang memenuhi persyaratan melingkupi: 1) PLTU yang terintegrasi dengan industri yang dibangun berorientasi untuk peningkatan nilai tambah sumber daya alam, termasuk dalam Program Strategis Nasional (PSN) yang memiliki kontribusi besar terhadap penciptaan lapangan kerja atau pertumbuhan ekonomi nasional, 2) berkomitmen untuk melakukan pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) minimal 35% dalam jangka waktu 10 tahun sejak PLTU beroperasi dibandingkan dengan rata-rata emisi PLTU di Indonesia pada tahun 2021 melalui pengembangan teknologi, carbon offset, dan/atau bauran Energi Terbarukan; dan 3) beroperasi paling lama sampai dengan tahun 2050.(***)