JAKARTA – PT Pertamina (Persero) berkomitmen untuk mendukung target produksi minyak nasional sebesar satu juta barel per hari (barel oil per day/bopd) dan produksi gas sebesar 12 Bscfd, di antaranya melalui penerapan Enhanced Oil Recovery (EOR) pada lapangan-lapangan yang dikelolanya.
“Pemerintah melalui Kementerian ESDM mempunyai program yang kami full support disitu, yakni program satu juta barel oil per day. Kami full support untuk mencapainya,” kata Oki Muraza, Senior Vice President Research Technology & Innovation Pertamina dalam webinar DETalk bertajuk Strategi Membumikan Inovasi Teknologi Bagi Kebangkitan Sektor ESDM yang digelar Dunia Energi, Rabu (26/7/2023).
Selain Oki, tampil sebagai pembicara dalam DETalk adalah Direktur SDM dan Umum PT Elnusa Tbk Hera Handayani dan Chief Marketing Officer SUN Energy Dionpius Jafferson. DETalk juga diawali keynote speach dari Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) Nanang Abdul Manaf.
Oki dalam paparannya mengungkapkan saat ini RTI Pertamina tengah mengembangkan Chemical EOR untuk nantinya diimplementasikan di proyek-proyek Pertamina Grup.
Guna mendukung hal tersebut, Oki menekankan pentingnya ketersediaan bahan baku agar bisa menciptakan multipler effect, menciptakan lapangan pekerjaan dan membantu security of supply.
“Saat ini Indonesia masih impor chemical U$33 juta atau sekitar Rp500 triliun. Tentunya menjadi sangat strategis agar kita bisa produksi chemical di dalam negeri,” katanya.
Menurut Oki, saat ini Pertamina sudah mempunyai chemical arms, antara lain PT Pertamina Lubricant (PTPL), PT Pertamina Drilling Center (PDC), serta PT Elnusa Petrofin yang merupakan anak usaha PT Elnusa Tbk.
RTI Pertamina juga sudah mengimplementasikan CO2 EOR yang sukses meningkatkan produksi Lapangan Jatibarang. Pilot project penggunaan CO2 EOR selanjutnya akan diimplementasikan di Lapangan Sukowati.
Oki mengatakan penggunaan CO2 EOR akan meningkatkan produksi, sekaligus juga mengurangi emisi karbon.
“Untuk Lapangan Sukowati, persiapan injeksi pertama di tahun ini dan injeksi kedua tahun depan. Sebelumnya kita sudah bisa melakukan di Lapangan Jatibarang, semoga Lapangan Sukowati akan menambah level confidence kita di level EOR,” ujar Oki.
Penerapan CO2 EOR juga akan memperbaiki performa ESG Pertamina dimana pada saat bersamaan dapat meningkatkan produksi.
“Cita-cita besarnya di masa depan kita ingin miliki CO2 EOR yang komersial. Kita punya potensi yang sangat besar untuk CO2 EOR, dan banyak potensi lainnya yang sedang kami kerjakan untuk storage. Harapannya EOR ini menjadi andalan untuk meningkatkakn produksi nasional,” kata Oki.
Pembicara lainnya, Hera Handayani, mengungkapkan sejumlah inovasi berhasil diciptakan Elnusa dalam mendukung target produksi minyak satu juta bopd dan 12 Bscfd gas pada 2030. Elnusa selalu berusaha menyajikan teknologi atau solution yang fit for purpose.
“Di PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) banyak sekali potensi di area swamp yang kalau dengan teknik konvensional itu tidak ekonomis, sehingga kita modifikasi dari salah satu HWU, sukses di 5 sumur. Total cost bisa hemat 10%, zero lost time injury. Local content 75%. HWU drilling ini adalah peralatan fabrikasi anak usaha Elnusa,” ungkap Hera.
Menurut Hera, inovasi kedua adalah high inhibitive water base mud. Inovasi dari Elnusa Petrofin tersebut bisa mencegah dari swailing play yang bisa menyebabkan pipa terjepit dan macam-macam yang bisa menyebabkan rate production terhambat.
“Dari sisi waktu hemat 2-8 hari lebih cepat dari rencana dengan penghematan 15%,” katanya.
Inovasi Elnusa lainnya adalah melakukan formulasi untuk semen yang dinamakan slurry merah putih. Semen ini sudah memformulasikan degan beberapa jenis dan bisa mencapai shallow gas zone, dimana cukup banyak shallow gas resources di Indonesia. Inovasi ini sudah terimplementasi di Delta Mahakam yang cukup kompleks risikonya.
“Masih banyak inovasi lainnya, on going disesuaikan dengan problem apa yang ada di lapangan. Kami akan uji coba tahun depan untuk water blocking, tapi masih dalam tahap pembahasan sumber mana yang akan diujicobakan,” kata Hera.
Sementara itu, Nanang dalam paparannya menyampaikan untuk mencapai target rencana dan strategi (Renstra) Indonesia Oil & Gas (IOG) 4.0 di tahun 2030, SKK Migas menetapkan empat pilar strategis dan enam pilar pendukung (enablers) yang akan menjadi acuan industri hulu migas Indonesia.
“Challenge di dunia migas solusinya banyak terbantu oleh teknologi. Dari semua pilar kita butuh enablers, salah satunya teknologi. Kami ada Integrated Operation Center, yang visi dan misinya pada dasarnya meliputi aspek Process, People, dan Technology yang diharapkan dapat menciptakan value creation berupa proses pengambilan keputusan yang tepat, pengawasan yang lebih efektif dan efisien serta tata kelola yang baik,” kata Nanang.
Perlu Kolaborasi
Deputy CEO SUN Energy Dionpius Jefferson, menyampaikan bahwa dibutuhkan kerja sama semua pihak dalam upaya mewujudkan ketahanan energi. Sejalan dengan target pemerintah mewujudkan penggunaan energi yang lebih ramah lingkungan, SUN Energy berupaya menghadirkan inovasi teknologi panel surya yang mampu memenuhi kebutuhan.
“Kami sudah ada 280 MWp di empat negara. Kalau bicara di Indonesia, kami ada di 25 kota, sudah berjalan 7 tahun. Kami menyediakan solusi yang fully integrated. Perusahaan yang sudah bekerjasama dengan kami dari berbagai sektor mulai properti hingga pertambangan,” ujar Dion.
SUN Energy tercatat telah merampungkan proyek solar rooftop terbesar di Indonesia, yakni di salah satu pabrik yang berlokasi di Serang, Banten.
Dion mengungkapkan saat ini pihaknya tengah mempertimbangkan rencana untuk berkontribusi dalam ekosistem mobil listrik.
“Untuk mobil listrik memang sedang kita eksplor, tapi belum eksekusi. Tantangan terbesar adalah perubahan timeline. Agar bisa merealisasikan target Pemerintah yakni transisi energi, dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak. Kami coba semua gaet semua ekosistem sehingga target transisi energi bisa terwujud,” kata Dion. (**)