Jakarta – DPP SP PT. PLN (Persero) pada Rabu, 3 September mendatangi Kantor Sekretariat Negara untuk menyampaikan aspirasi guna menyelamatkan BUMN Khususnya PT. PLN (Persero). Hal tersebut dilakukan setelah memperhatikan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) periode 2025-2034 melalui Keputusan Menteri
Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor: 188.K/TL.03/MEM. L/2025 tanggal 26 Mei 2025 Tentang Pengesahan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Tahun 2025 Sampai Dengan Tahun 2034 yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), serta mengabaikan dampak jangka panjang yang tidak berpihak kepada PT. PLN (Persero), sehingga berdasarkan hal-hal tersebut, SP PLN meminta Presiden Republik Indonesia Bapak Jenderal TNI (Purn) H. Prabowo Subianto untuk Menangguhkan, Meninjau dan atau Melakukan Pengkajian Ulang atas RUPTL tersebut.
Disampaikannya Permohonan tersebut melalui Surat resmi kepada Presiden RI di Kantor Sekretariat Negara ujar Dr. Redyanto Sidi, S.H., M.H. selaku Kuasa Hukum DPP SP PLN didampingi Penasehat SP PLN Jaya Kirana Lubis dan Pengurus DPP SP PLN Ahmad Ikram.
“Hari ini saya didampingi jajaran DPP SP PLN untuk menyampaikan surat kepada Bapak Presiden RI sebagai bentuk kepedulian SP PLN Kepada PT. PLN (Persero) dengan memilih langkah persuasif sesuai dengan arahan Ketua Umum DPP SP PLN Bapak M.Abrar Ali, S.H., M.H, mudah-mudahan Bapak Prabowo dapat memperhatikan dan mengatensi apa yang menjadi perhatian SP PLN ini untuk:
- Menangguhkan Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor: 188. K/TL. 03/MEM. L/2025 tanggal 26 Mei 2025 Tentang Pengesahan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Tahun 2025 Sampai Dengan Tahun 2034;
- Melakukan Peninjauan Ulang dan Penyusunan Kembali Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor: 188. K/TL. 03/MEM. L/2025 tanggal 26 Mei 2025 Tentang Pengesahan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT
Perusahaan Listrik Negara (Persero) Tahun 2025 Sampai Dengan Tahun 2034 melalui proses yang transparan, partisipatif, dan akuntabel, dengan melibatkan DPR RI dan
DPP SP PLN.
Terpisah, M. Abrar Ali, S.H., M.H. selaku Ketua Umum DPP SP. PT. PLN
(Persero) yang juga Koordinator Forum Komunikasi Serikat Pekerja (Forkom) BUMN mengatakan bahwa sebelumnya pada 21 Agustus 2025 telah mengajukan keberatan kepada Menteri ESDM RI dan DPR RI.
“Keberatan atas RUPTL ini telah kita ajukan kepada Menteri ESDM RI dan DPR RI, karena RUPTL Bertentangan dengan Amanat Konstitusi untuk Mewujudkan Kesejahteraan sebagaimana Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 mengamanatkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. RUPTL 2025-2034 menunjukkan bahwa pemerintah masih lebih mengutamakan investor asing daripada mempercayakan kepada PLN.
Padahal, sebagai bagian dari Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara Indonesia), pemerintah harusnya lebih berpihak kepada PLN sesuai dengan
Amanah Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Bahwa dari paparan Mentri ESDM yang
menyebut hingga tahun 2034, pemerintah berencana menambah kapasitas pembangkit listrik menjadi 69,5 GW untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8%. Penambahan kapasitas ini untuk memenuhi permintaan listrik dari berbagai sektor seperti industri, KEK (kawasan ekonomi khusus) dan kendaraan listrik.
Penambahan kapasitas pembangkit itu, 76% atau 52,9 GW, akan berasal dari energi baru terbarukan (EBT), sementara 24% berasal dari pembangkit fosil seperti batu bara. RUPTL tersebut diperkirakan membutuhkan investasi sebesar Rp2.967,4 triliun. Dari jumlah tersebut,
untuk investasi pembangkit Rp 2.133,7 triliun, penyaluran listrik Rp 565,3 triliun, dan pemeliharaan Rp 268,4 triliun jelas terlihat ketidakberpihakan kepada PLN dengan memanfaatkan keberadaan BPI DANANTARA”.
“Bahwa Investasi dalam RUPTL ini dibedakan dalam dua fase. Pertama, periode 2025-2029 berjumlah Rp 1.173,94 triliun yang terdiri atas: Pembangkit IPP Rp 439,6 triliun (38%)
Transmisi dan gardu induk Rp 191,1 triliun (16%) Pembangkit PLN Rp 306,3 triliun (26%) Distribusi dan lisdes Rp 105,7 triliun (9%) Lain-lain Rp 131,24 triliun (11%). Sementara itu, di periode 2030-2034 sebesar Rp 1.793,48 triliun terdiri atas: Pembangkit IPP Rp 1.126,5 triliun (63%) Transmisi dan gardu induk Rp 201 triliun (11%) Pembangkit PLN Rp 261,3 triliun (14%) Distribusi dan lisdes Rp 67,5 triliun (4%) Lain-lain Rp 137,18 triliun (8%)”.
Berdasarkan kajian DPP SP PLN, investasi pembangkit dalam RUPTL ini mayoritas oleh Independent Power Producer (IPP) atau pembangkit listrik swasta sebesar 73%, Rp 1.566,1 triliun. Sementara investasi PLN khusus untuk pembangkit sebesar hanya Rp 567,6 triliun, atau hanya sekitar 20 persen. “Dari besaran nilai investasi tersebut, jelas terlihat pemerintah masih lebih memilih investor asing dibanding perusahaan milik sendiri, dalam hal ini PLN sebagai Badan Usaha Milik Negara. Keberpihakan pemerintah terhadap keberadaan investor ini, jelas tidak mencerminkan nilai-nilai keadilan dan tidak nasionalis. Padahal beberapa waktu lalu pemerintah telah meluncurkan BPI Danantara Indonesia yang ditujukan untuk membiayai projek-projek dalam negeri yang menjadikannya sebagai anak tiri, makanya kita minta kepada Bapak Presiden Prabowo untuk Mengkaji Ulang RUPTL tersebut untuk PLN yang lebih baik ”.
“Surat kepada Bapak Presiden ini adalah Aspirasi dari 30 ribu Anggota SP PLN, yang saat ini fokus dan bukan tidak mungkin akan turun untuk memperjuangkan lebih lanjut demi
BUMN dan PLN, harapan kita agar ditangguhkan dulu RUPTL. Kepmen ESDM RI 188 Tahun 2025 ini tidak nasionalis serta bertentangan dengan apa yang disampaikan Presiden
pada pertemuan dengan MPR RI pada April 2025 yang lalu Prabowo yang mengharapkan BUMN agar berkontribusi lebih bagi pembangunan nasional, Kita yakin Bapak Presiden
mendengarkan SP PLN, mohon doa kita semuanya”, tutupnya.