“Tidak hanya di Jawa Timur kasus penyelewengan BBM bersubsidi diungkap, di Tangerang Banten dan SPBU Sijunjung Sumbar hal ini pun terjadi dengan total hasil tangkapan lebih dari 110,5 ton. Mengapa hal ini masih terus terjadi? “
JAKARTA – BPH Migas bersama dengan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Timur selenggarakan Konferensi Pers “Pengungkapan Kasus Penyalahgunaan BBM Bersubsidi” bertempat di Kantor Polda Jawa Timur (23/02).Sebesar 45,5 Ton BBM Bersubsidi Jenis Solar berhasil diungkap dan 27 orang telah diamankan. Sementara itu kasus yang sama juga terjadi di Tangerang Banten dan SPBU Sijunjung Sumatera Barat dengan hasil tangkapan lebih dari 60,5 ton.
Pengungkapan kasus ini sebagai salah satu giat BPH Migas bersama dengan Kepolisian Republik Indonesia untuk memperkuat kinerja dalam penegakan hukum di bidang hilir migas.
Modus penyelewengan BBM Bersubsidi tersebut dilakukan dengan cara membeli BBM jenis Bio Solar Subsidi dan menjualnya kembali kepada pemilik kendaraan berat dan pabrik.
Terkait dengan ditangkapnya mafia solar subsidi di Tangerang, Sumbar dan Jatim, Direktur Pusat Study Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria menyatakan salah satu penyebab maraknya penyelewengan BBM bersubsidi adalah disparitas harga antara solar subsidi sebesar Rp6.800/liter dengan harga solar non subsidi yang rata-rata dikisaran Rp18.000/liter di pasaran , pasti akan menarik perhatian para mafia bbm solar subsidi untuk memperoleh solar subsidi dengan cara apapun juga.
“Sepanjang disparitas harga antara solar PSO dengan Solar NPSO maka Apapun peraturan yang dibuat untuk mencegah penyelewengan solar subsidi, saya yakin tidak akan mampu menyelesaikan masalah penyelewengan ini,”kata Sofyano kepada fokusenergi.com, di Jakarta (3/3/2023).
Lebih lanjut dia mengungkapkan, disisi lain dengan “alasan” Inflasi , Pemerintah yang ada selama ini di negeri ini , nyaris terbukti tidak berdaya mengurangi besaran subsidi pada solar pso sehingga solar pso selalu menjadi beban pada apbn dan membuat Pemerintah ter-engah engah dengan beban ini.
“Pemerintah harusnya secara tegas dan berkelanjutan menyatakan perang terbuka terhadap Mafia BBM solar subsidi yang melakukan Penyelewengan BBM Solar subsidi dengan cara apapun dan menjantuhkan sanksi yang berat kepada pelakunya,”tegasnya
Sofyano menambahkan, Pemerintah perlu meminta kepada BPH Migas agar mengkoreksi ulan Keputusan Kepala BPH Migas Nomor 041/P3JBT/BPH Migas/Kom/2020 khusus terkait volume solar susbsidi untuk ranmor
roda 4 dan Roda 6 angkiutan orang dan barang dikurangi setidaknya sebanyak 25 persen dari ketentuan yang ada.
Dengan disparitas harga yang begitu lebar, maka ini bisa membuat lebih menarik membeli solar subsidi untuk dijual ke industri ketimbang digunakan buat operasional kendaraannya.
“Truk bisa saja dijadikan alat bisnis untuk jual beli solar subsidi sebagai contoh jika memiliki 20 truk maka perhari bisa beli 4000 liter solar subsidi yang jika dijual ke industri setidaknya perhari bisa memperoleh untung minimal Rp 20juta/hari,”ujarnya
Dia menyarankan, tidak semua kendaraan angkutan barang atau penumpang pasti menghabiskan solar sebanyak 200liter/Hari karenanya Pemerintah harus mengkoreksi ulang ketentuan yang berlaku umum ini sehingga penggunaan solar subsidi bisa lebih tepat penggunaannya;
Selain itu, Program Digitalisasi terhadap SPBU harusnya juga bisa menyensor dengan akurat pengeluaran solar subsidi dari setiap dispenser yang ada ditiap SPBU yang mampu mencegah pengisian bbm ke tangki bbm siluman , ke kendaraan yang sama , ke bukan tangki bbm kendaraan;
Program QR code harus pula dibuat sedemikian rupa yang terjamin tidak bisa “diakali” dengan cara apapun yang dapat digunakan untuk bisa membeli solar subsidi berulang kali termasuk dengan kendaraan yang berlainan.
“Lembaga yang punya kewenangan dan kewajiban Pengawasan terhadap distribusi solar subsidi harus bisa membuktikan pro aktif berbuat bertindak melakukan perencanaan dan pengawasan penyelewengan solar subsidi dan jangan sampai hanya mengandalkan kepada pihak kepolisian saja,” ujar Sofyano