Hari ini, tanggal 27 Oktober diperingati sebagai Hari Listrik Nasional (HLN) dan tahun ini adalah yang ke 78 tahun. Sebuah usia yang tidak muda lagi. Berbagai fihak seperti regulator kelistrikan, Perusahaan Listrik Negara (PLN), Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI), pelaku bisnis kelistrikan dan elemen masyarakat terkait terlihat hingar bingar memperingati hari bersejarah bagi dunia kelistrikan Indonesia ini. Tidak ketinggalan lembaga pendidikan yang memfokuskan diri di bidang teknologi dan energi, khususnya energi kelistrikan seperti Institut Teknologi PLN (ITPLN) juga turut memperingati dan merayakannya.
Peringatan hari listrik mengambil momentum peristiwa nasionalisasi perusahaan-perusahaan listrik yang semula dikuasai penjajah Jepang. Setelah direbut oleh para pemuda dan buruh listrik, perusahaan-perusahaan tersebut kemudian diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia. Selanjutnya melalui Penetapan Pemerintah No. 1 tanggal 27 Oktober 1945 dibentuk Jawatan Listrik dan Gas yang merupakan cikal bakal PLN. Tanggal 27 Oktober kemudian diperingati sebagai Hari Listrik Nasional. Namun peringatan HLN bukan hanya milik PLN tetapi milik seluruh stakeholder kelistrikan dan seluruh masyarakat Indonesia.
Sejarah kelistrikan Indonesia telah dimulai pada akhir abad ke 19. Saat itu beberapa perusahaan Belanda, seperti pabrik gula dan pabrik teh mendirikan pembangkit tenaga listrik untuk keperluan sendiri. Kelistrikan untuk umum mulai ada pada saat perusahaan swasta Belanda yaitu N V. Nign, yang semula bergerak di bidang gas memperluas usahanya di bidang penyediaan listrik untuk umum.
Kini setelah 78 tahun kelistrikan Indonesia mencatat kemajuan yang sangat signifikan. Menurut situs resmi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), hingga semester 1 tahun 2023, tercatat kapasitas terpasang pembangkit sebesar 84,8 Giga Watt (GW). Dari jumlah ini, pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT) sebesar 12,7 GW atau 15 % dari total pembangkit.
Sementara angka rasio elektrifikasi yang merupakan perbandingan jumlah pelanggan rumah tangga yang memiliki akses listrik dengan jumlah rumah tangga hingga semester 1 tahun 2023 sebesar 99,72%.
Transisi Energi
Tantangan lain bagi dunia kelistrikan dan dunia energi lainnya adalah transisi energi. Transisi energi adalah usaha kita untuk beralih dari pemakaian energi fosil ke energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan. Transisi energi bukan hanya agenda PLN atau agenda Indonesia namun telah menjadi agenda global. Oleh karena itu diperlukan kolaborasi dan Upaya global untuk mencari solusi mengurangi emisi karbon.
Dalam hal ini Pemerintah telah mencanangkan target emisi nol persen atau net zero emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat. Peta jalan untuk mencapai target tersebut telah ditetapkan, salah satunya dengan mengurangi emisi batubara.
Menurut Kementerian ESDM, tahapan penting lain dari transisi energi adalah dengan penggunaan Energi Baru dan Terbarukan (EBT), karena Indonesia memiliki potensi sumber energi yang besar, seperti surya, hidro, hingga panas bumi. Selain itu, yang tak kalah penting adalah dengan mengurangi pemakaian energi yang digunakan saat ini.
Transisi energi harus mempertimbangkan dua hal utama, yaitu menjaga ketahanan energi dan mempertimbangkan affordability harga. Ketahanan energi harus dijaga agar tidak terganggu akibat pergeseran energi fossil menjadi energi hijau. Transisi energi juga harus menjaga agar harga energi juga tetap terjangkau oleh masyarakat.
Transisi energi juga membutuhkan dukungan semua orang dengan cara melakukan efisiensi energi khususnya untuk penggunaan energi yang sifatnya konsumtif.
PLN selaku stakeholder utama kelistrikan menjalankan berbagai langkah dan strategi untuk mendukung percepatan transisi energi. Untuk memastikan komitmennya tersebut, dalam operasional maupun bisnis PLN dirancang selaras dengan upaya transisi energi termasuk pengurangan emisi karbon hingga pengembangan EBT.
Dikutip dari situs resmi PLN, beberapa upaya ditempuh PLN diantaranya menghapus rencana pembangunan beberapa pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang sebelumnya masuk ke dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). PLN menggantinya dengan pembangkit gas. Upaya lain adalah membatalkan perjanjian pembelian tenaga listrik atau power purchase agreement (PPA) PLTU batu bara.
Pada saat yang sama PLN menggencarkan pengembangan EBT di Indonesia dengan membangun rancangan kelistrikan paling hijau dalam sejarah dengan penambahan pembangkit dari EBT berbasis air, angin, matahari, panas bumi dan ombak.
PLN juga berinovasi dengan membangun green transmission line, yaitu jalur transmisi besar dalam mengatasi missmatch antara lokasi episentrum EBT yang jauh dari pusat ekonomi dan industri yang berada di pulau Jawa.
Peran Perguruan Tinggi
Pada ajang Anugerah Dewan Energi Nasional (DEN) 2023 yang digelar 20 Oktober 2023 sebagai puncak acara Energy Transistion Conference and Exibition di Jakarta, Institut Teknologi PLN (ITPLN) mendapatkan penghargaan sebagai perguruan tinggi yang fokus mendukung transisi energi. Penghargaan diberikan bersamaan dengan penghargaan bagi pemerintah Propinsi, perusahaan dan tokoh-tokoh yang dinilai berjasa mendukung kelancaran program transisi energi.
Penghargaan ini tentu memunculkan pertanyaan, apa kaitan lembaga pendidikan dengan transisi energi? Apa peran yang bisa dijalankan dan apa kontribusinya ?
Perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan memiliki tugas utama untuk menjalankan tri dharma yaitu dharma pendidikan, dharma penelitian dan dharma pengabdian masyarakat. Dalam konteks transisi energi maka perguruan tinggi bisa menggunakan ketiga dharma tersebut untuk berkontribusi pada program transisi energi. Berbagai langkah penyesuaian perlu dilakukan perguruan tinggi untuk menyongsong era transisi energi yang sudah berada di depan mata.
Sebagaimana dunia industri yang dalam operasional maupun bisnisnya dirancang selaras dengan upaya transisi energi termasuk pengurangan emisi karbon hingga pengembangan EBT, maka dunia pendidikan juga perlu merancang aktifitas tri dharma nya agar selaras dengan transisi energi pula.
Dharma pendidikan, perguruan tinggi perlu menyesuaikan kurikulumnya dengan tuntutan era transisi energi ke depan. Era ini menuntut sumber daya manusia yang berwawasan lingkungan, bersikap keberlanjutan dan berjiwa energi terbarukan. Kurikulum lawas yang condong ke eksploitasi energi fosil perlu disesuaikan dengan rajin-rajin menengok apa yang dilakukan dunia industri. Industri energi yang begitu agresif menekan emisi karbon dalam aktifitasnya perlu dijadikan rujukan lembaga pendidikan tinggi dalam proses pembelajarannya.
Dharma penelitian, perguruan tinggi perlu menggali lebih dalam aspek-aspek transisi energi sebagai obyek penelitian untuk menghasilkan temuan sehingga program transisi energi berjalan lebih cepat tanpa merugikan masyarakat selaku pengguna energi baik untuk keperluan produktif maupun konsumtif. Sebagaimana dikatakan di atas bahwa transisi energi harus memperhatikan dua hal utama yaitu ketahanan energi dan affordabilitas harga. Perlu dikawal agar proses transisi energi tidak membuat harga energi menjadi mahal sehingga tidak terjangkau oleh masyarakat.
Dharma pengabdian masyarakat, lembaga pendidikan tinggi bisa mekakukan pendampingan dan supervisi kepada masyarakat untuk mengeksplorasi potensi lokal khususnya energi terbarukan agar bisa dikembangkan dan segera bermanfaat bagi masyarakat. Sivitas perlu memahami betul potensi energi terbarukan setempat untuk dijadikan agenda dalam program pengebdian masyarakat.
Pada akhirnya tugas perguruan tinggi adalah mencetak sumber daya manusia berkarakter, kompeten, trampil dan unggul. Keluaran perguruan tinggi ditunggu kalangan industri untuk mengeksekusi program-program transisi energi demi kemaslahatan bumi.
Selamat Hari Listrik Nasional
Dirgahayu Kelistrikan Indonesia