JAKARTA – PT PLN (Persero) berkomitmen meningkatkan kapasitas dari sumber daya manusia (SDM) untuk mendukung program transisi energi menuju net zero emission (NZE) pada tahun 2060.
Komitmen ini dibuktikan melalui kerja sama antara PT PLN (Persero) bersama Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Pemerintah Australia. Kerja sama ini mencakup dukungan berupa peningkatan kapasitas dan kajian terhadap risiko perubahan iklim, penyelarasan strategi perubahan iklim perusahaan dengan Science Based Target (SBT) dan Task Force on Climate Related Financial Disclosures (TCFD), peta jalan pendanaan berkelanjutan, struktur perusahaan dan manajemen program perubahan iklim, serta rencana komunikasi terkait perubahan iklim.
Pelaporan TCFD dibutuhkan untuk meningkatkan pengungkapan keuangan terkait perubahan iklim yang meliputi tata kelola, strategi, pengelolaan risiko, serta metrik dan target. Selanjutnya SBT akan mendorong PLN terhadap aksi iklim yang ambisius, terukur, dan berbasis sains untuk mengurangi dampak negatif krisis iklim sekaligus meningkatkan kepercayaan dan kredibilitas perusahaan.
Counsellor Economic Governance and Infrastructure, Australian Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT), Sam Porter mengatakan, pemanasan global memicu cuaca ekstrim yang terjadi di berbagai dunia. Tanpa adanya langkah pencegahan, maka cuaca ekstrem, banjir, kekeringan, kenaikan permukaan air laut masih akan terus terjadi, khususnya di Indonesia dan Australia.
Maka dari itu, Australia siap mendukung upaya pemerintah Indonesia, khususnya PLN sebagai energy utitilties utama di Indonesia, untuk mengembangkan strategi perubahan iklim perusahaan. Salah satunya melalui capacity building sehingga aspek perubahan iklim dapat diketahui lebih mendalam oleh SDM PLN.
“Kita tahu, peran PLN begitu signifikan dalam merespons perubahan iklim. Maka, strategi PLN dalam mengimplementasikan strategi perubahan iklim benar-benar penting bagi respons Indonesia terhadap perubahan iklim”, ujar Sam.
Selain itu, Australia juga mempercepat transisi energi bersih melalui beberapa peluang kerja sama. Misalnya dalam meningkatkan akses energi bersih melalui pembangunan infrastruktur hingga akses keuangan yang berkelanjutan.
“Kerja sama ini adalah tindaklanjut dari pertemuan antara Presiden Indonesia Joko Widodo dan Perdana Menteri Australia dan menegaskan kembali komitmen mereka untuk bekerja sama memerangi perubahan iklim. Kedua pemimpin sepakat untuk mempercepat program transisi energi sekaligus mempertahankan dan meningkatkan keamanan energi” ujar Sam.
Sektor energi merupakan salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) yang signifikan. Di mana 34% emisi gas rumah kaca saat ini berasal dari sektor energi. Oleh karena itu, transisi energi merupakan salah satu kunci untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Adapun target program dekarbonisasi PLN sendiri akan mengurangi emisi GRK sebesar kurang lebih 1,05 miliar ton CO2 pada tahun 2060.
Sementara itu Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem, Evy Haryadi mengatakan, ada enam kompetensi utama yang diperlukan dalam mendukung program transisi energi, yaitu kompetensi mengenai Environmental Social Governance (ESG), low carbon technology, green business, hukum dan regulasi, digitalisasi dan cyber security serta carbon market dan renewable energy certificate (REC).
Salah satu implementasi peningkatan tersebut dilakukan melalui kerja sama Depertemen Luar Negeri dan Perdagangan Pemerintah Australia yang bertanggung jawab atas kerja sama ekonomi, perdagangan dan pembangunan internasional termasuk program kemitraan untuk infrastruktur dan juga menyediakan jasa profesional dalam pengembangan pengkajian proyek pegelolaan manajemen perubahan iklim.
“PLN perlu menyiapkan kapasitas sumber daya manusianya agar PLN tetap lincah terhadap perubahan, khususnya pada aspek perubahan iklim dan ESG. Maka kegiatan capacity building ini dijadikan momentum untuk meningkatkan kapasitas SDM dalam pencapaian target NZE pada 2060″, ujar Haryadi.