JAKARTA – Universitas Darma Persada (UNSADA) didirikan pada 6 Juli 1986 oleh tentara pelajar dan pelajar Indonesia yang belajar di Jepang dan tergabung dalam organisasi Pehimpunan Alumni Jepang (Persada), yang memiliki Yayasan Melati-Sakura, dengan pimpinan Dr. (Hoc) Rachmat Gobel dan pembinanya Marsekal Madya TNI (Purn.) Prof. Dr. Ir. H. Ginandjar Kartasasmita, M.Eng., mengadakan Forum Group Discussion (FGD) tentang energi terbarukan yang khususnya geothermal dan transisi energi di kampus jalan taman malaka selatan.
Menjawab pertanyaan peserta mengenai peran BKPM yang kurang aktip dalam mengawal investasi asing yang terbentur dengan hambatan birokrasi antar Kementerian maupun Pemda, isu tariff Perpres 112/2022 yang dianggap kurang menarik investor serta isu TKDN.
As Natio Lasman, dosen Sekolah Pascasarjana Universitas Darma Persada yang juga duduk sebagai anggota Dewan Energi Nasional (DEN) mengatakan, cadangan energi fosil terbatas jumlahnya, karenanya perlu dikelola dengan lebih baik dan mulai saat ini mempersiapkan pembangkitan energi dari energi terbarukan, termasuk energi kelautan yang membentang potesinya di Indonesia, sekaligus mendukung tercapainya ketahanan dan kemandirian energi.
Hingga saat ini masih dibahas antar K/L formula Transisi Energi yang tepat sehingga dapat mencapai NZE sekaligus memperhitungkan realisasi ketahanan energi, terutama pada saat cadangan energi fosil menjadi semakin menipis.
Harris Yahya, Direktur Panas Bumi, Ditjen EBTKE, KESDM, membeberkan pemerintah telah menerbitkan perpres 11/2023 tentang Urusan Pemerintahan Konkuren Tambahan di Bidang ESDM pada Sub bidang EBT. Untuk mendukung pemanfaatan EBT dalam bauran energi primer dan tercapainya penurunan emisi global perlu mengoptimalkan kewenangan koordinasi dan sinergis antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah. PLTP sebagai pembangkit EBT yang memiliki Capacity Factor paling ideal untuk memproduksi Green Hydrogen.
“Fluida geotermal dapat dimanfaatkan juga pada proses liquefaction (penyimpanan) sehingga beritanya di dunia proses keseluruhan produksi hidrogen dari energi panas bumi dapat meningkatkan efisiensi sebesar 18 persen,” ujar Harris Yahya dalam keterangan media kepada fokusenergi.com (20/1/2023).
Harris menambahkan, saat ini semakin banyak pengusaha PLTS yang menawarkan harga listrik sekitar US 4~6 cent per kWh dan apabila permintaan pengusaha PLTP tetap di harga listriknya dari US 16 cent per kWh, maka pengusahaan PLTP akan kalah mendapatkan bisnisnya dibandingkan pengusahaan PLTS.
Sementara itu , Riki Ibrahim dosen Pascasarjana Universitas Darma Persada, mantan dirut PT. GeoDipa Energi (Persero), periode 2016-2022, menjelaskan bahwa diperlukan upaya pendampingan /mengawal langsung secara optimal oleh BKPM, terjun ke lapangan bersama Kementerian Teknis agar hambatan birokrasi akibat ego sektoral dapat teratasi dan iklim investasi di Indonesia semakin kondusif.
Pemerintah terus memberikan insentip kepada geotermal, saat ini biaya eksplorasi sudah dilakukan oleh pemerintah melalui PT Sarana Multi Infrastuktur (Persero) (SMI). Bahkan pendanaan lewat mini World Bank versi Indonesia itu, SMI juga memberikan pinjaman dana eksplorasi kepada swasta yang dikenal namanya GREM.
Sebagai informasi bahwa harga listrik PLTP di California dan Nevada, US berkisar 4~9 cent per kWh dan bersaing dengan PLTS dalam pasar bebas listriknya. Data Indonesia menunjukan, harga listrik PLTP yang beroperasi banyak berkisar US 7~9 cent per kWh dengan kenaikan sekitar 5% setiap tahunnya bahkan ditahun sekitar 2018~20 ada PLTP yang dapat diturunkan harga listriknya dari sekitar US 12 cent per kWh diturunkan menjadi sekitar US 8 cent per kWh. Disisi lain biaya operasi PLTP itu rata-rata hanya berkisar US 1-3 cent per kWh.
“Diharapkan Indonesia dapat Penambahan Kapasitas PLTP sesuai RUPTL PT PLN (Persero) pada 2021-2030 dengan total PLTP berada sekitar 3.355 MW,” ujar Riki