Pabrik Biomassa ini akan menyerap 30 ton sampah kota setiap harinya untuk diolah menjadi bahan bakar pengganti batu bara (co-firing) di 21 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Cilegon. Adanya TPSA Bagendung berdampak besar tidak hanya bagi lingkungan tapi juga ekonomi Kota Cilegon. Karena, adanya BBJP TPSA Bagendung, bisa meningkatkan perekonomian daerah dan menyerap tenaga kerja lokal.
Fokus Energi.com – Sebagai negara agraris yang sangat kaya dengan potensi biomassa pilihan PT PLN (Persero) mengolah sampah biomassa menjadi batubara nabati lewat teknologi co-firing sangat tepat. Baru-baru ini, melalui subholding PT PLN Indonesia Power berkolaborasi dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Cilegon meresmikan pengoperasian pabrik Bahan Bakar Jumputan Padat (BBJP) terbesar di Indonesia yang berlokasi di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPSA) Bagendung, Cilegon Banten, Selasa (29/11). Pabrik Biomassa ini akan menyerap 30 ton sampah segar kota setiap harinya untuk diolah menjadi bahan bakar pengganti batu bara (co-firing) di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Suralaya.
Dalam sambutannya, Walikota Cilegon Helldy Agustian menyambut baik kolaborasi pengelolaan sampah menjadi bahan bakar biomassa untuk listrik. Ini sejalan dengan komitmen Pemkot Cilegon untuk memanfaatkan sampah menjadi sesuatu yang berguna bagi masyarakat.
” Persoalan sampah di kota besar menjadi permasalahan nasional. Salah satu ide kreatif dari Pemkot Cilegon sesuai dengan Perpres 35 tahun 2018, sebetulnya Presiden Joko Widodo sudah menunjuk 12 Kabupaten Kota se-Indonesia dalam rangka mengubah sampah menjadi energi hijau. Peluang ini dengan cepat kita wujudkan ,” ujar Helldy
Helldy sangat menghargai gerak cepat PLN mewujudkan BBJP TPSA Bagendung, ini akan berdampak besar tidak hanya bagi lingkungan tapi juga ekonomi Kota Cilegon. Karena, dengan adanya BBJP TPSA Bagendung, bisa meningkatkan perekonomian daerah dan menyerap ratusan tenaga kerja lokal.
Dia berharap jika BBJP TPSA Bagendung bisa menjadi percontohan tidak hanya Kabupaten/Kota di Provinsi Banten saja tapi juga di seluruh Indonesia. Pemerintah Kota Cilegon siap membantu daerah lain untuk mendorong penggunaan energi hijau lewat pengelolaan sampah.
“Cilegon adalah pionir mengolah sampah biomassa menjadi energi bersih dari semua daerah di Indonesia. Dan paling membanggakan pabrik pengolahan sampah ini diresmikan langsung oleh Direktur Utama PLN,” imbuh Walikota Cilegon
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo dengan bangga menyatakan, peresmian BBJP TPSA merupakan langkah nyata PLN menjawab persoalan global. Mewujudkan Indonesia yang bersih dan mandiri energi, meningkatkan kapasitas nasional dengan prinsip Environmental, Social and Governance (ESG). Melalui kolaborasi ini PLN membantu persoalan Pemkot Cilegon mengurangi sampah perkotaan dan dengan adanya pabrik BBJP ini akan memacu ekonomi kerakyatan karena dioperasikan langsung oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMD) sehingga memberi nilai tambah ekonomi melalui penyerapan tenaga kerja lokal.
“Kami bangga sekali dengan adanya bahan bakar jumputan padat di Cilegon ini. Ini adalah bahan bakar berbasis pada kekuatan rakyat. Di sini yang bekerja adalah rakyat sekitar sini dan diberdayakan secara okonomi, jadi ini berpeluang menciptakan lapangan kerja,” ucap Darmawan.
Darmo (panggilan akrab Darmawan) menjelaskan, program pemanfaatan sampah menjadi energi terbarukan di Cilegon ini menjadi yang terbesar dan mampu mengurangi tumpukan sampah sebesar 30 ton per hari atau 9.000 ton per tahun. Sementara bagi PLN, kehadiran pabrik BBJP ini membantu perseroan mendapatkan kepastian pasokan biomassa untuk bahan baku co-firing dan bisa menghemat ongkos produksi karena bisa memproduksi biomassa secara mandiri.
“Di tempat ini yang biasanya pengolahan sampah hanya 1,5 ton per hari, alhamdulillah meningkat menjadi 30 ton per hari. Dan ini sangat membantu sekali bagaimana TPSA Bagendung bisa dikelola agar lebih bersih lagi. Dampak dari semua ini bisa meningkatkan ketahanan energi dan juga bisa mengurangi emisi gas rumah kaca untuk menyelesaikan global warming,” pungkas Darmawan.
Di tempat yang sama, Direktur Utama PLN Indonesia Power, Edwin Nugraha Putra menuturkan PLN Indonesia Power telah melakukan riset terkait pengolahan sampah menjadi bahan bakar sejak tahun 2018. Hal ini dilakukan untuk mendukung pemanfaatan energi hijau dan efesiensi bagi operasional 21 pembangkit batubara di wilayah Banten. Nantinya BBJP ini untuk co-firing pada PLTU, dengan kata lain sampah di TPSA Bagendung ini akan diolah menjadi biomassa pengganti batu bara sebagai bahan bakar di PLTU.
” BBJP Bagendung akan terus dikembangkan mengolah sampah biomassa hingga kapasitas 300 ton per hari dan PLTU Suralaya sebagai pembelinya. Pabrik ini secara konstruksi memiliki Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebesar 60 persen,” ujar Edwin.
Berbasis Ekonomi Kerakyatan
PLN bersama dua subholdingnya yaitu PLN Indonesia Power (IP) dan PLN Energi Primer Indonesia (EPI) terus mengembangkan pemanfaatan biomassa dari berbagai bahan alami yang didapatkan dari potensi lokal. Upaya ini menjadi salah satu inisiatif perusahaan dalam mencapai target net zero emission (NZE) di 2060, yaitu sebagai pengganti sebagian bahan bakar batubara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU)
PLN Indonesia Power terus mempercepat pembangunan pembangkit listrik berbasis EBT. Menurutnya, saat ini PLN IP telah mengelola 1,5 Giga Watt (GW) pembangkit berbasis EBT yang bertumpu pada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Kapasitas EBT dari PLN IP tersebut akan meningkat menjadi 8,1 GW di tahun 2030 seiring pembangunan pembangkit EBT dari sumber daya lain seperti tenaga surya, angin, hingga gelombang laut.
“Sampai tahun 2030, pembangunan pembangkit EBT akan terus kami tingkatkan. Jika di tahun 2024 persentasenya baru 11 persen, di tahun 2030 akan melonjak jadi 30 persen dari keseluruhan pembangkit yang kami kelola,” ujar Direktur Utama PLN Indonesia Power Edwin Nugraha Putra
Sebagai informasi, saat ini, ada 27 PLTU yang sudah menerapkan co-firing biomassa dari total 52 PLTU yang telah diuji coba. Dan, menghasilkan listrik sebesar 269GWh dari co-firing 276kTon biomassa di tahun 2022.
Sementara itu, Direktur Biomassa PLN EPI Antonius Aris Sudjatmiko, menegaskan potensi biomassa kita sangat besar dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Meski di beberapa area memang belum dikembangkan secara maksimal. Dalam peningkatan ekonomi kerakyatan melalui co-firing, PLN telah menjalin kerja sama dengan 12 pemerintah daerah untuk pemanfaatan biomassa sampah.
Untuk penyediaan biomassa sekam padi, serpihan kayu, hingga cangkang sawit berkelanjutan, PLN melakukan kolaborasi dengan Perhutani .
“Melalui program ini, PLN tidak hanya mengganti batu bara dengan biomassa, tetapi juga membangun rantai pasok biomassa yang andal dengan melibatkan masyarakat. Sehingga dalam penyediaannya punya dampak ekonomi untuk masyarakat secara langsung,” pungkasAris
Sebelumnya, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menjelaskan penggunaan biomassa dalam PLTU merupakan salah satu langkah strategis untuk mengurangi emisi karbon.
“Saya sangat yakin teknologi co-firing ini bisa menjadi tumpuan utama. Apalagi, Indonesia sebagai negara agraris yang secara kemampuan maupun ketersediaan lahan sangat bisa dikembangkan,” kata Dadan.
Dirut PLN Darmawan Prasodjo mengatakan roadmap penurunan emisi di sektor pembangkit listrik terus dilakukan PLN. Apalagi dengan teknologi co-firing yang juga berbasis ekonomi kerakyatan. Di mana, masyarakat terlibat aktif dalam pengelolaan sampah / limbah menjadi biomassa ataupun terlibat aktif dalam mengelola hutan energi sebagai bahan baku biomassa.
“Di Pulau Jawa ada 800 ribu hektar tanah kering. Ini masih bisa dimanfaatkan untuk energi biomassa. Ini bisa menjadi harapan titik ekonomi baru di tahun 2023 dan membangun kekuatan rakyat dalam meningkatkan produksi energi. Kita menciptakan lapangan kerja dan kita juga jaga lingkungan,” kata Darmawan.
Seperti diketahui, BUMN Stroom plat merah ini bakal menerapkan teknologi co-firing di 52 PLTU dengan total kapasitas 18 gigawatt (GW), di mana kebutuhan pasokan bahan bakar biomassa yang akan mensubtitusi sebagian batubara pada tahun 2025 sebesar 10,2 juta ton per tahun. Melalui program ini PLN mendukung percepatan transisi energi karena bisa menurunkan emisi karbon sampai 11 juta ton CO2.