Friday , November 22 2024

Riki F. Ibrahim : Setelah PGE Melakukan IPO Pengembangan Panas Bumi Diharapkan Lebih Pesat Lagi

JAKARTA – Riki F. Ibrahim, pernah menjabat sebagai Direktur Utama PT. Geo Dipa Energi (Persero), periode 2016 – April 2022. Kepiawaiannya dalam mengembangakan PLTP Dieng dan Patuha tidak diragukan lagi hingga mampu memberikan kontribusi terbaik dalam menghasilkan listrik energi hijau. Terkait dengan IPO yang dilaksanakan oleh Pertamina Geothermal Energi, Dewan Pakar Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Ini memberikan pandangan yang baik dan positif bagi pengrmbangan sektor PLTP. Berikut kutipan pendapatnya :

PGE barusan saja melakukan IPO, yang diharapkan masyarakat setelah PGE menjadi Tbk adalah Pengembangan PLTP yang pesat di Indonesia mengingat potensi Geothermal di Indonesia itu besar seperti apa yg diharapkan Menteri BUMN, Eric Tohir. Semua WKP di Indonesia dapat dikembangkan oleh PGE dan masyarakat akan senang krn pengurus PGE dari level Direksi, Komisaris sampai para GM dan Manager pasti harus lebih Integritas dan Professional karena Masyarakat ikut menilai PGE dan Geothermal Indonesia. Diharapkan PGE memastikan pengeboran sumurnya itu sukses dengan rata-rata biaya sekitar USD 3juta USD per sumur atau mendapatkan steam sekitar 10 MW per sumur, sehingga harga sumur Geothermal Indonesia dapat diyakinkan tidak mahal lagi dan sekaligus PGE dapat memecahkan Track Record best practice di Indonesia/Asean.

PGE sudah pasti akan menjamin pasokan listrik selama 30 tahun dari energi terbarukan panas bumi sesuai prospektur karena WKP yang dikerjakan PGE itu sebagian besar sdh ada PPA dengan PLN yang sudah sesuai dengan RUPTL PLN. Untuk melakukan kerjasama dengan Chevron/INPEX dll akan lebih mudah dipercaya setelah Tbk

PGE meraih dana Rp.9Triliun dan apabila 85% untuk biaya pembuatan sumurnya, maka diperkirakan biaya itu dipergunakan sebagai pasokan steam yang memutarkan turbinnya selama 30 tahun. Diperkirakan sekitar 100 sumur atau sekitar 1,000 MW akan dibuat PGE dari biaya tersebut.
Saat ini, risiko kegagalan sumur Geothermal di Indonesia, sudah kita semua pahami tidak tergolong tinggi dibandingkan dengan best practice dimasa lalu. Malahan Indonesia yang terbaik karena rata-rata pengeboran sumur panas bumi itu hanya gagal sekitar 30 persen saja dan tidak seperti di pengeboran Migas. Kuncinya harus aklinya yang mengerjakan dengan leadership yang baik dan penuh integritas.

Masalah Environment, Social dan Governance (ESG) ini sangat penting sekali saat ini. ESG harus dikelola dengan baik oleh aklinya sehingga WKP tidak boleh akan sampai luput dikembangkan oleh PGE. Tentunya PGE akan dapat dukungan penuh dari EBTKE KESDM bersama Pemda setempat apabila melaksanakan ESG dengan serius (sungguh-sungguh) disekitar WKP.

Perhitungan Cadangan Geothermal sudah baku dengan metodelogi yg sudah memiliki standarisasi pula dari badan sertifikasi/best practice global yang dipercaya oleh pihak Investor atau Bank. Sayangnya sertifikasi yang di sahkan lembaga Indonesia belum dipercaya oleh best practice global/Investor dan perbankan. Sertifikasi dari lembaga Indonesia sampai hari ini sama statusnya seperti di sektor Migas.

Masalah pengembangan Geothermal dewasa ini pada umumnya tidak ada yang sulit lagi karena pemerintah mendukung dan sangat berharap (sekali) PLTP itu dapat menggantikan base load dari PLTU. PGE yang hanya melakukan pengembangan di WKP yang sudah berproduksi, akan jauh lebih cepat diselesaikan pembangunannya. Namun, untuk lapangan baru, pemerintah harus menyediakan sumur yang sudah dilakukan pengeboran eksplorasi oleh pemerintah sebelum diberikan kepada pengembang termasuk PGE. Bukan pengembang atau PGE yang melakukan pengeboran eksplorasi dahulu seperti yang terjadi di tahun-tahun lalu Estimasi sumberdaya sudah harus masuk kedalam kelas cadangan yang lebih tinggi kepastian, barulah pengembang termasuk PGE kerjakan, dan ini tidak seperti beli kucing dalam karung lagi yang hanya kelas sumberdaya hipotesa dan spekulasi lalu ditargetkan pemerintah kepada pengembang dengan harga yang rendah.

Kendala yg dikeluhkan perusahaan Geothermal dewasa ini pada umumnya adalah harga jual listrik yg baru dikeluarkan dalam bentuk Perpres 112/2022. Pengusaha masih menghendaki harga jual listrik yang dianggap layak dan belum sepakat dengan harga listrik yang dikeluarkan dari Perpres 112 tahun 2022.
Program pengeboran eksplorasi pemerintah itu sudah disiapkan oleh Kementerian ESDM bersama Kementerian Keuangan bahkan World Bank melalui PT SMI (Persero) yang mendanai.

Nilai investasi yg wajar saat ini berupa “range” yang kisarannya untuk 1 MW dari PLTP yaitu sebesar USD 3juta- maksimum USD 5juta. Angka ini penyediaan energi primer sampai biaya turbin, generator dan menghasilkan listrik belum termasuk lahan dan ESG yg saat ini sudah sulit

Cek juga

COP29, PLN Dorong Kolaborasi Global Perkuat Energi Hijau di Indonesia

BAKU, Fokus Energi — PT PLN (Persero) turut berpartisipasi dalam Konferensi United Nations Framework Convention …