JAKARTA – Direktur Utama PT Trimegah Bangun Persada, holding dari Harita Nickel, Roy A Arfandy mengakui adanya kendala pendanaan saat awal pengembangan smelter nikel. Dia berharap adanya dukungan pemerintah dalam mengatasi masalah pendanaan Ini.
“Setengah mati cari pinjaman. Pabrik MHP (mixed hydroxied predipitate) kami investasinya besar, US$1,2 miliar. Untuk pendanaan memang perlu dibantu. Bank pemerintah banyak menahan untuk pendanaan karena masalah sumber listrik,” kata Roy di Acara Peningkatan Kapasitas Media Sektor Media yang diinisiasi Energy & Editor Mining Society di Jakarta (8/3/2023)
Produksi MHP ini menggunakan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL). MHP yaitu campuran padatan hidroksida dari nikel dan cobalt. MHP merupakan produk antara dari proses pengolahan dan pemurnian nikel kadar rendah sebelum diproses lebih lanjut menjadi nikel sulfat dan kobalt sulfat.
Saat ini Harita juga sedang mengembangkan fasilitas produksi lanjutan untuk menghasilkan nikel sulfat dan kobalt sulfat, yang merupakan material utama baterai kendaraan listrik.
Roy mengungkapkan di Halmahera, Maluku Utara kebutuhan listrik berasal dari pembangkit yang dibangun perusahaan, yaitu pembangkit batu bara. “Kami sudah coba menggunakan panel surya, tapi kapasitasnya tidak besar dan butuh lahan yang sangat luas, ratusan hektare. Kami juga butuh izin lebih lanjut untuk eksplorasi lanjutan,” ujarnya.
Roy mengatakan saat ini pihaknya tengah mempersiapkan initial public offering (IPO) guna mendapatkan pendanaan proyek High Pressure Acid Leaching (HPAL) kedua.
“Sekarang sudah mulai banyak bank yang masuk ke industri nikel. Waktu mulai bangun, masih greenfield terpaksa pakai dana sendiri, sudah mulai setengah jadi baru bank masuk. Awalnya pasti susah. Sekarang sudah mulai banyak. Malah ada bank yang tanya apakah akan ada proyek HPAL kedua. Jadi untuk pendanaan, ada 3 opsi, bank, obligasi, dan IPO.”
Haykel Hubeis, Sekjen Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I), mengakui kendala pendanaan, khususnya pada bank-bank lokal. Di sisi lain, perusahaan asing justru ebih dominan dalam melihat potensi.
“Entah dari China, India atau negara asia lainnya seperti Jepang, malah melihat potensi. Memang smelter perlu effort dan tanggung jawab besar. Perlu Satgas Hilirisasi,” katanya.