Friday , November 22 2024

Gas Bisa Jadi Energi Transisi untuk Sektor Pembangkit dan Industri

JAKARTA – Ketersediaan stok gas akan semakin besar seiring dengan terus ditemukannya cadangan gas. Bahkan berdasarkan neraca gas bumi 2023-2032 terungkap bahwa surplus gas bisa terjadi mulai 2025.
Rizal Fajar Muttaqien, Koordinator Penyiapan Program Migas Ditjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan untuk mengatasi kelebihan pasokan yang sangat berpotensi terjadi mulai 2025 perlu disiapkan calon pembeli gas dari dalam negeri sehingga gas bisa dimanfaatkan tidak langsung dijual atau diekspor.
“Indonesia bakal surplus gas hingga 2035. Pasokan gas nanti ada dari Bontang, Tangguh, serta dari proyek Masela. Ini gasnya bisa juga untuk domestik, terutama pembangkit listrik dan industri,” kata Rizal dalam webinar Menilsik Kesiapan Pasokan Gas untuk Sektor Industri dan Pembangkit Listrik, yang di selenggarakan oleh Forum Wartawan Energi di Jakarta (28/2/2024).

Konektivitas kini menjadi isu utama dalam penyaluran gas di Tanah Air. Menurut dia, Pemerintah sebenarnya sudah berinisiatif mengisi gap antara sumber pasokan gas dan wilayah yang membutuhkan gas. Ini bisa dilihat dari proyek pipa gas transmisi ruas Cirebon – Semarang (Cisem) yang ditargetkan bisa rampung pada Agustus nanti untuk tahap I. “Sekarang hampir tersambung dari Sumatera hingga ke Jawa,” ujar Rizal.

Kebutuhan gas domestik sebenarnya sudah mengalami pertumbuhan. Penurunan ekspor gas dimulai 2012, sejalan penggunaan gas untuk dalam negeri juga mulai meningkat, namun pertumbuhannya sejak saat itu hanya dikisaran 1% setiap tahunnya. Tahun 2022 dari total produksi gas sebesar 5.474 ribu kaki kubik per hari (MMscfd) 68% di antaranya digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik dan sisanya sebesar 32% diekspor.

Rizal mengungkapkan gas memiliki peran penting termasuk dalam pemenuhan energi di masa depan. Apalagi dengan emisi yang lebih rendah otomatis dengan peningkatan penggunaan gas maka emisi secara keseluruhan juga bisa ditekan.

“Gas bisa memberikan kontribusi terhadap pengurangan emisi. Setelah 2060 memang sudah tidak ada gas dalam RUPTL tapi masih ada untuk transportasi. Untuk industri dan gas ini sumber daya energi yang bersih,” jelas Rizal.

Harga Gas Murah Turunnya penerimaan negara akibat harga gas bumi murah atau harga gas bumi tertentu (HGBT) kepada tujuh sektor industri telah berdampak pada berkurangnya penerimaan negara.

Deputi keuangan dan komersialisasi SKK Migas, Kurnia Chairi, mencatat penurunan penerimaan negara akibat kebijakan HGBT sebesar USD6 per MMBTU lebih dari US $ 1 miliar atau sekitar Rp 15,68 triliun, tegas Kurnia.

Namun menurut Koordinator Program migas Direktorat Jenderal Minyak dan gas bumi (Dirjen Migas) Rizal Fajar Muttaqien, menyebutkan pihaknya masih harus mengevaluasi secara menyeluruh kebijakan itu.

“Kemenprin juga sudah mengsulkan usulan untuk perpanjangan atau keberlanjutan kebijakan HGBT,hanya kami dari ESDM masih menunggu evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan HGBT yang sudah berjalan selama ini, tegasnya.

Ditegaskan Chairman Indonesia Gas Sociaty (IGS) Aris Mulya membeberkan sejumlah tantangan yang masih dihadapi RI dalam pengembangan gas dalam negeri . Menurut Aris tantangan yang dimaksud besarasal dari sector hulu, hilir, hingga regulasi.

Dari sektor hulu, Aris menyebut tingginya resiko pengembagnagn hulu migas berdampak rendahnya investasi yang masuk.

Dari sector hulu, kita tahu sector hulu merupakan poengembangan industri yang beresiko tinggi dab berdampak pada bagaimana kita undang investor masuk dalam usaha industry hulu, ujar Aris Mulya.

Sedangkan Kepalan Satuan Pengembangan Teknologi dan Managemen Aset PT PLN Indonesia Power (PT PLN IP) Tarwaji Warsokusumo bahwa Duck Curve yang terjadi di USA jangan pula terjadi di Indonesia ini, PLN harus bisa memberikan kehandalannya dalam memproduksi daya listrinya, tentunya dengan meningkatkan kapasitas PLTGU agar daya listrik bisa, untuk itu kita harus membutuhkan pembnagkit yang begitu cepat respon di California sendiri membutuhkan pembangkit 13.000mega wattuntuk menstabilkan jaringan injterkoneksi.

Dia menilai Indonesia harus menyediakan pembangkit-pembnagkit yang mempunyai fleksibilitas dalam menangan beban minimum dan maksimum. Sebab deengan kemampuan fleksibilitas ini, dapat terhindar dari bangkrut.

“Nah ini persolan pelik yang kita sediakan sebagai provider. Dimana kalau hanya mengunakan PLTU saja kita hanya bisa masuk 5 MB per menit ini sangat lambat. SWehingga kita butuhkan pembangkit listrik sejenis PLTG yang bisa merespon sekitar 88MW per menit ya” tegasnya

Cek juga

Dukung Keberlanjutan Energi, PT Pertamina EP Berpartisipasi di ADIPEC 2024

JAKARTA, Fokusenergi.com – PT Pertamina EP selaku Regional Jawa Subholding Upstream Pertamina, menjadi salah satu …