BEKASI – Indonesia adalah pemasok gas bumi terbesar di Asia Tenggara, kedepannya, proyeksi produksi dan penggunaan gas bumi untuk pasokan energi primer akan meningkat. Kepala Divisi Komersialisasi Minyak dan Gas Bumi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Rayendra Sidik menyampaikan di masa depan, gas bumi menjadi salah satu sumber energi strategis bagi Indonesia, untuk itu diperlukan kolaborasi dan integrasi antara hulu, midstream dan hilir serta seluruh stakeholder untuk mengoptimalisasi gas bumi Indonesia.
Menurut Rayendra, potensi gas bumi Indonesia hingga 2035 mampu memenuhi kebutuhan gas bumi. Hal tersebut dapat terpenuhi dari berbagai proyek eksisting, Plan of Development (POD) lapangan baru, dan kegiatan eksplorasi.
“Dalam satu dekade terakhir, lebih dari 50% penemuan sumur eksplorasi lebih banyak berupa gas dan rata-rata 70% POD merupakan pengembangan lapangan gas. Bahkan tahun ini giant discovery di North Ganal yang tercatat sebagai nomor ketiga dunia adalah gas, sehingga kedepannya akan semakin banyak proyek gas sehingga industri pengguna gas harus disiapkan,” kata dia dalam acara Diskusi Media “Tata Kelola dan Optimalisasi Gas Bumi Indonesia” di Bekasi, Rabu (6/12).
Rayendra menyampaikan untuk meningkatkan optimalisasi gas bumi Indonesia, SKK Migas memiliki strategi push and pull. Strategi Pull adalah strategi komersial yang bertujuan untuk mengembangkan demand lebih mendekat kepada pasokan, yaitu dengan pengembangan sektor Petrokimia terutama wilayah timur Indonesia dan pengembangan smelter.
Sementara itu, strategi Push adalah strategi komersial yang bertujuan untuk mengembangkan moda transportasi sehingga pemenuhan kebutuhan gas bumi dari supply menuju demand eksisting dapat berjalan.
Rayendra menambahkan, pembangunan infrastruktur pendukung gas perlu dikembangkan mulai dari pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan hingga Papua. Saat ini pipa gas yang belum tersambung dan masuk dalam rencana pengembangan adalah Dumai – SeiMangke, Cirebon – Semarang (Cisem Tahap II), dan West Natuna Transportation System (WNTS) ke Batam.
“Selain itu, perlu pengembangan kilang LNG baik Small Scale maupun Medium Scale, serta pengembangan terminal regasifikasi baru,” tutur Rayendra.
Rayendra kemudian mengatakan untuk meningkatkan demand gas bumi Indonesia, maka industri hilir harus dikembangkan di dekat WK gas bumi. “Dengan adanya potensi pasokan gas untuk domestik, diperlukan rencana hilirisasi gas bumi, termasuk rencana pembangunan pabrik pupuk di kawasan timur Indonesia, yaitu FakFak dan Tanimbar,” ujar dia.
Sementara itu, Herdijanto Utomo, SVP Pengembangan PT. Pupuk Indonesia (Persero) menyampaikan pihaknya telah merencanakan pengembangan industri pupuk di wilayah kerja gas bumi Indonesia. Bahkan, rencananya Pupuk Indonesia akan membangun satu pabrik pupuk di kawasan timur Indonesia, yaitu Papua. “Gas berperan penting bagi industri petrokimia, hampir 70% bahan baku utama dari industri ini adalah gas bumi, sehingga sangat realistis jika pengembangan industri dikerjakan di dekat sumber gas,” ujar dia.
Herdijanto menambahkan yang dibutuhkan saat ini untuk mengoptimalisasi pemanfaatan gas bumi adalah bagaimana menarik industri pengguna pupuk untuk menjalankan atau mengembangkan operasinya di wilayah kerja gas bumi, terutama di Indonesia Timur. “Dalam hal ini, pemerintah harus sangat aktif dan agresif untuk menarik investor dari sisi hulu, midstream, dan hilir agar gas bumi Indonesia bisa semakin optimal baik dari sisi produksi di hulu migas, komersial maupun hilir,’ tutur dia.