Melbourne, fokusenergi.com – Dalam rangka mendukung percepatan implementasi transisi energi di Indonesia, PT PLN (Persero) melakukan pertemuan strategis dengan Energy Exemplar, sebuah perusahaan energy modelling yang berpusat di Australia dengan produk utamanya Plexos energy modelling system yang terkemuka digunakan dalam sistem kelistrikan di dunia.
Pertemuan ini sekaligus menjadi upaya penguatan energy modelling untuk meningkatkan keandalan sistem kelistrikan Indonesia di tengah rencana peningkatan kapasitas energi baru dan terbarukan (EBT) pada peta jalan ketenagalistrikan nasional ke depan.
Peningkatan Variable Renewable Energy
Hingga tahun 2040, sebagai upaya mendukung visi swasembada energi nasional Presiden Prabowo Subianto, PLN membangun peta jalan peningkatan pemanfaatan EBT (surya, angin, hidro, geotermal, dan nuklir) dengan porsi 75% (atau sekitar 75 GW).
Akselerasi transisi energi telah mengubah strategi perencanaan PLN. Kapasitas variable renewable energy atau EBT bersifat intermiten yang dipengaruhi faktor cuaca seperti surya dan angin, akan meningkat drastis. Dari yang sebelumnya hanya 5 GW akan dikembangkan menjadi 42 GW, mendominasi kapasitas kelistrikan ke depan.
“Dulu sistem kelistrikan kita didominasi pembangkit batubara yang bersifat baseload. Maka sistem kelistrikan kita pun lebih sederhana. Sedangkan ke depan, sistem akan didominasi pembangkit EBT dari surya dan angin yang bersifat intermiten. Maka sistem kelistrikan akan menjadi lebih kompleks,” ungkap Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo usai pertemuan dengan Head of Energy Modelling, Ali Ghahremanlou, dan Plexos Product Manager, Robert May.
Selain itu, peningkatan kapasitas EBT yang bersifat intermiten ini juga membutuhkan perubahan skenario pengembangan sektor kelistrikan. “Dalam memperkuat sistem kelistrikan, kami pun mendesain pengembangan pembangkit fast-response dan battery energy storage system untuk menstabilkan pasokan listrik untuk pelanggan,” terangnya.
“Bahkan untuk memastikan kestabilan sistem secara end to end, PLN mempersiapkan juga Smart Grid sebagai operasi kelistrikan terdigitalisasi melalui smart power plant, smart transmission, smart dispatch center, smart distribution sampai smart metering di sisi pelanggan,” ungkap Darmawan.
“Dengan kondisi ini, maka energy modelling yang dulunya simple, ke depan akan tergantikan dengan energy modelling yang sophisticated,” ujarnya.
Peningkatan Baseload Renewable Energy
Selain peningkatan kapasitas variable renewable energy, akan ada juga peningkatan kapasitas pada baseload renewable energy atau EBT skala besar dan bersifat stabil, seperti hidro dan geotermal. Dari sebelumnya hanya direncanakan sekitar 16 GW, ditingkatkan menjadi 33 GW. Namun pengembangannya menghadapi tantangan jarak antara lokasi pembangkit dengan lokasi demand.
“Dulu pembangkit-pembangkit fosil yang bersifat baseload bisa dibangun langsung berdekatan dengan pusat-pusat demand. Maka jalur-jalur transmisi pun dibangun dengan jumlah yang minimum. Tetapi ke depan akan ada missmatch antara lokasi pembangkit hydro dan geotermal yang jauh dengan pusat-pusat demand,” papar Darmawan.
Darmawan menyampaikan bahwa energy modelling yang baru akan dibutuhkan untuk merancang jalur transmisi hijau dari Sumatera dan Kalimantan ke Jawa, serta sepanjang Sulawesi dan juga Nusa Tenggara. Dengan total panjang jalur transmisi hijau baru tersebut sekitar 70.000 km.
“Diperlukan energy modelling yang juga berbasis spasial sebagai upaya balancing antara pasokan dan demand di seluruh Indonesia. Di mana jalur transmisi hijau tersebut nantinya menyalurkan daya dari lokasi pembangkit hydro dan geotermal yang sangat jauh menuju pusat-pusat demand, ” tambahnya.
“Untuk itu keberlanjutan kerjasama dengan Plexos energy modelling system menjadi kunci. Termasuk melakukan comparative study dan benchmarking berbagai sistem kelistrikan negara-negara lain menangani peningkatan kapasitas EBT skala besar. Ini sebagai upaya untuk memperkuat perancangan sistem kelistrikan yang jauh lebih robust,” tambah Darmawan.
Adopsi Energy Modelling System
Dengan berbagai tantangan dan perubahan strategi ini, membuat energy modelling system menjadi faktor krusial dalam mendukung perencanaan sistem kelistrikan yang komprehensif. Baik dari sisi proyeksi demand-supply, pembangunan, operasi kelistrikan, sampai pertimbangan efisiensi Capex dan Opex dalam pengembangan sistem ketenagalistrikan.
“Dua tahun lalu PLN melakukan lawatan ke Eropa bertemu International Energy Agency (IEA), di mana mereka menggunakan energy modelling system standar terbaik yaitu Plexos. Maka PLN pun mengadopsi sistem tersebut dan terus melakukan pendalaman,” ungkap Darmawan.
Head of of Energy Modelling dari Energy Exemplar, Ali Ghahremanlou menyampaikan apresiasinya kepada PLN atas kolaborasi yang terus diperkuat.
“Upaya Indonesia untuk meningkatkan porsi EBT dalam bauran energinya patut diapresiasi. Maka kami siap mendukung PLN sepenuhnya dalam aspek engineering support dan capacity building,” ungkapnya.